Pelajaran 5
JALAN BERCABANG
PADA SIMPANG KEKACAUAN
(Kejadian 11-15)
Yang manakah yang
paling kita sukai,
malam atau siang? Kebanyakan
dari kita lebih menyukai siang karena kita ingin melihat ke mana kita sedang pergi
dan apa yang sedang kita perbuat
maupun apa yang sedang orang perbuat. Jika kita lebih menyukai malam,
sukakah jika tidak ada
bulan ataupun bintang? Tidak. Malam tidak menjadi indah kalau tidak ada bulan
ataupun bintang yang menerangi langit.
Siang hari pun tidak menjadi lebih indah apabila tidak ada matahari yang
menerangi.
Alkitab berkata bahwa
Allah adalah terang dunia dan di dalam Dia tidak ada kegelapan (1 Yoh. 1:5).
Marilah kita lihat
apakah anak-anak Allah berjalan dalam terang atau gelap sesudah air bah besar
itu. Air bah telah membinasakan semua
orang yang penuh dengan dosa sehingga Allah mulai bekerja dengan Nuh dan
memberikan kepadanya peraturan-peraturan lalu lintas yang baru (Kej. 9:1-19)
a.
Nuh disuruh berkembang biak dan memenuhi bumi (Kej.
9:1,7)
b.
Ia diberikan daging untuk dimakan seperti juga
sayur-sayuran dan tumbuh-tumbuhan (Kej. 9:3).
c.
Pembunuhan harus dihukum.
d.
Kemudian Allah membuat satu perjanjian dengan Nuh bahwa
Ia tidak akan lagi membinasakan bumi dengan air bah dan memberikan pelangi sebagai tanda.
Nuh dan anak-anaknya,
Sem, Ham dan Yafet kemudian diberikan lampu hijau untuk berjalan terus pada
Jalan Raya Kehidupan. Mereka
berkembang biak dengan sangat cepat. Semua orang berbahasa dan berlogat satu
(Kej. 11:1).
Sesudah kira-kira 100 tahun manusia semakin banyak di
bumi dan ketika ada
banyak orang maka ada banyak kejahatan. Demikianlah yang berlaku pada zaman
Nuh. Mereka tidak mentaati peraturan-peraturan yang telah Allah berikan kepada
mereka.
Selagi mereka membuat
perjalanan ke timur, mereka menemukan dataran di tanah Sinear. Mereka berkata,
“Marilah kita membuat batu bata dan membakarnya baik-baik serta membangun sebuah kota dan sebuah menara (Kej. 11:4).
Menara ini menjadi tempat
penyembahan berhala. Mereka menyembah ciptaan sebagai ganti Pencipta (Roma
1:19-23).
Allah turun melihat
menara dan kota itu (Kej. 11:5-7). Ia sangat tidak berkenan. Ia mencerai-beraikan orang-orang itu, mengacaukan
bahasa mereka dan menamakan tempat itu Babel yang artinya kekacauan.
Apa yang akan Allah
buat sekarang? Manusia telah mendurhaka dan telah gagal sehingga Allah
membiarkan bangsa-bangsa kafir kepada dosa dan kejahatan (Roma 1:24-28).
Orang-orang kafir mengikuti jalan
yang disebut Jalan kekafiran. Semua bangsa telah memilih jalan yang
benar menurut pilihan mereka sendiri tetapi ternyata jalan itu adalah jalan yang menuju
kepada kematian.
Mengapakah ini adalah
jalan raya kematian? Marilah kita lihat bagaimana bangsa itu telah mendurhaka
dan tidak mematuhi jalan iman daripada Allah. Ketika mereka berkata, ‘marilah kita membuat batu bata dan
membangun menara’
mereka mengusahakan pekerjaan bagi kemuliaan mereka sendiri dan bukan untuk
kemuliaan Tuhan. Banyak orang sekarang sedang membangun menara dari batu-batu
yaitu “amal baik” dan bergantung padanya untuk membawa
mereka ke surga. Pada hal Allah hanya berkenan
kepada orang yang beriman.
Ketika mereka berkata,
‘marilah kita mencari nama’ menunjukkan bahwa mereka tidak menghormati nama
Allah. Ketika manusia menyembah diri sendiri maka itu membawa kekacauan dan perpecahan.
Ketika mereka berkata,
‘biarlah kita tidak berpencar’, mereka menentang perintah Allah bahwa manusia harus memenuhi bumi.
Ketidakpatuhan membawa kebingungan dan hukuman bagi manusia.
Pada pelajaran berikut
kita akan mengikuti jalan yang
berbeda dari Jalan Kekafiran dari Simpang Kekacauan dan melihat bagaimana
Allah memanggil seseorang
untuk mengadakan
permulaan yang baru pada Jalan Perjanjian.
Jika kita adalah anak Tuhan dan telah jatuh
dalam dosa maka kita harus
mengakui dosa-dosa kita
kepada-Nya. Dia akan mengampuni dan memulihkan kembali persekutuan
dengan-Nya.
Ayat Hafalan:
1 Yohanes 1:7
Tetapi jika kita hidup
di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh
persekutuan seorang dengan yang lain dan darah Yesus Anak-Nya itu menyucikan
kita dari segala dosa.
No comments:
Post a Comment