Sejak kecil dia selalu berangan-angan memiliki sesuatu yang indah dan tidak
pernah akan pudar. Semua yang indah
selalu melintas di hati dan kerinduannya. Dia ingin menggenggam semua impiannya
dengan kuat agar apa yang dimilikinya tidak akan hilang atau pergi daripadanya.
Tidak heran jika sejak remaja dia tidak menyia-nyiakan apa yang harus
dilakukannya.
Sementara teman sebayanya melanjutkan
pendidikan, dia sendiri sibuk mengejar angannya. Bahagia harus digapainya hari
ini agar besok bahagia masih tetap digenggamnya, itu telah menjadi semacam moto
dalam hidupnya. Dan sepertinya dia telah menemukan apa yang harus ditemukannya.
Angannya kini berada dalam
pelukannya dan makin lengkap ketika dia berjumpa seorang pemuda yang dalam
ukuran hatinya, berhasil menggetarkan lubuk rasanya yang paling dalam. Dia
sadar, dia telah jatuh cinta, bukan hanya kepada pemuda ini, tetapi juga kepada
Tuhannya pemuda ini. Tuhan yang dulu diabaikan bahkan dicemooh di kalangan
teman dan keluarganya sendiri yang menganggap bahwa Tuhannya yang
disembahnyalah yang benar dan satu-satunya, bukan yang lain.
Dia bangga menjadi
pendamping orang yang dicintainya. Mendampinginya dalam perjalanan hidup yang
diharapkannya mengalir tiada henti. Tetapi ternyata hidup tidak mengalir teduh,
melainkan menghantam banyak bebatuan di lereng-lereng terjal. Mengikis tepian
ngarai dan melukai bumi orang-orang tercinta di sekelilingnya.
Apalagi saat orang yang
dicintainya pergi untuk selamanya, pada hal dia memiliki dua orang anak.
Rasanya dunia tidak lagi indah dan cocok bagi dirinya. Setiap hari berganti dia
ingin matanya tidak lagi terbuka melihat penderitaannya. Dia ingin ketika hari
berganti dia sudah jauh melayang ke tempat yang dia sendiri tidak dapat
membayangkannya. Tetapi ketika tatapannya memeluk buah hatinya yang teduh mengharapkan
kasih sayangnya, dia kembali kuat.
Dia ingat kata-kata yang
sering diucapkan ayah anak-anaknya, “Tuhan Yesus sanggup menyediakan sorga yang
mulia bagi orang percaya. Apakah mungkin Dia tidak sanggup menolong kita di
tempat yang hina ini? Apakah mungkin Dia meninggalkan kita di sini jika Dia
telah berjanji akan menyertai kita sampai di sorga?”
Yah, dia harus percaya,
meskipun yang mengucapkannya gagal sekalipun.
No comments:
Post a Comment