Friday, August 29, 2014

Pengorbanan Yang Membahagiakan

Menyerahkan hidup kepada Tuhan Yesus adalah pengorbanan yang membahagiakan. Itu bukan hanya kata-kata biasa dari sesorang untuk seseorang, tetapi adalah pengalaman hidup saya yang sebenarnnya. Sebelumnya saya selalu berpikir bahwa pengorbanan pasti menyakitkan seperti yg sering saya perhatikan dalam kehidupan keagamaan saya sebelum mengenal Tuhan Yesus. Saya melihat binatang yang dikorbankan dan mendengar jeritan ketakutan dalam kesakitannya saat menjalani situs pengorbanan.
Rasa kasihan, saya abaikan dengan membentuk pengertian bahwa sudah seharusnya binatang tersebut dikorbankan. Tetapi kadang kala timbul dalam pikiran saya kebanggaan akan pengorbanan binatang tersebut. Dia bukan mengorbankan dirinya tapi dia dikorbankan dengan paksa dan dia diam menyerah.
            Setelah saya menikah, pengertian tentang pengorbanan begitu mempengaruhi hidup saya. Saya memahami artinya pengorbanan ketika saya harus mengorbankan agama saya dan hubungan dengan orang tua serta saudara-saudara saya demi menerima pengorbanan Tuhan Yesus. Saya memang berkorban tetapi tidak sebanding dengan pengorbanan Tuhan Yesus yang besar bagi saya.
            Dalam pernikahan, saya bangga memiliki satu Tuhan, satu gereja, satu suami, dan satu anak yg sangat saya kasihi. Saya ingin anak saya menikmati kehidupannya dengan bahagia. Saya ingin dia bersekolah dengan baik dan memiliki teman-teman yang baik. Saya memang tidak memiliki sesuatu yg berlebihan apalagi berkelimpahan. Saya bekerja dan melakukan apa saja untuk keluarga saya terutama anak saya. Saya rela melakukannya termasuk menyerahkan nyawa saya seandainya itu harus. Saya tidak merasa bahwa itu adalah pengorbanan.
Tetapi kalaupun itu adalah pengorbanan maka saya tidak akan menuntut dia melakukan hal yang sama seperti yang saya lakukan.Tujuan saya hanyalah agar anak saya bahagia dan mengetahui bahwa Tuhan Yesus yang kami sembah adalah Tuhan yang tidak dapat digantikan oleh apapun.
            Saya tahu bahwa suami dan sayalah yang harus membahagiakan anak saya seperti yang telah saya alami dengan Tuhan Yesus. Saya bahagia menyerahkan hidup saya kepada-Nya, bukan untuk kebahagiaan Tuhan (karena saya tidak dapat membahagiakan-Nya) tetapi demi kebahagiaan saya sendiri. Tuhan Yesus pasti menghendaki saya bahagia bukan hanya seumur hidup tapi selamanya. Itulah sebabnya  Dia dengan rela mengorbankan nyawa-Nya untuk saya karena kehendak kasih-Nya sendiri.
Jika saya bahagia mengorbankan hidup saya untuk anak saya, itu bukan karena saya bisa, tetapi karena saya belajar dari pengorbanan Tuhan Yesus yang sungguh indah dan luar biasa, sehingga saya tahu pengorbanan saya tidak akan sia-sia.

No comments:

Post a Comment